Topeng

Chapter 2
Keesokan harinya, Nindy menjalankan rutinitas seperti biasa. Bangun pagi, mandi, memakai seragam sekolah, sarapan dan mengayuh sepedanya melintasi jalanan Ibukota yang ramai dan sangat padat karena dipenuhi dengan antrian panjang mobil mobil mewah serta pengendara  motor yang tak sabaran.
Nindy memutar balik dan memotong jalan melewati gang-gang sempit yang tak hanya sekali berpapasan dengan motor, melewati rumah-rumah penduduk, perkampungan yang kecil dan sampailah Nindy di ujung gang samping sekolahnya.
“Selamat Pagi pak satpam, semoga hari ini menyenangkan ya!” sapa Nindy sambil terus mengayuh sepedanya menuju tempat parkir.
“Wahh njeh mbak njeh..” jawab pak satpam dengan logat Jawanya.

NYIIIIIIIITTTT!!!
Nindy mengerem sepedanya dan menggiring sepedanya ke pojok tembok. Nindy merantai dan menggembok roda sepedanya. Lalu tiba-tiba Nindy merasakan ada sesuatu di punggungnya. Nindy pun meraba punggungnya dan mengambil benda yang ada dipunggungnya itu.
“Apa ini?” Nindy memperhatikan benda itu dengan jelas. Sekali lagi ia lihat dengan cermat, kemudian dimasukannya benda itu ke dalam tasnya dan Nindy langsung bergegas ke kelasnya.
                Sesampainya di kelas, Nindy melesat cepat meraih kursinya dan membuat Finna terkejut.
“Huaaa!! Hah kau ini Nin, senang sekali membuat temanmu menderita. Hampir saja aku masuk rumah sakit karena jantungku ini telah dikejutkan olehmu. Oh tidak, jantungku berdegup kencang! Bagaimana kalau ternyata sebentar lagi aku pingsan dan masuk rumah sakit? Ah, tentunya kau harus bertanggung jawab Nin dan kau…………” Nindy membekap mulut Finna yang mengoceh tiada hentinya.
“Sudah. Kau ini bicara apa? Kalau memang kau jantungan, kau berdiri saja dibawah sambaran petir agar penyakit jantungmu hilang hihi..”
“Heiii..Apa? Kau ingin aku mati ya?” kata Finna sewot.
“Tidak. Aku sungguhan, kau tau Nada Acimovich? Warga Negara Serbia yang berhasil sembuh dari penyakit jantung kronisnya setelah ia disambar petir! Barangkali kau bisa melakukan itu jika memang kau benar-benar jantungan haha..” Nindy meledek.
“Aisshhh.. sungguh? Bagaimana kau bisa tau?”
“Sekarang zaman sudah canggih. Kau bisa cari artikelnya di internet. Handphonemu bagus tapi kau tak pernah membaca artikel semacam itu?”
“Nindy, kita berteman sudah berapa tahun? Kau tau kan kalau aku tak suka membaca! Aku lebih suka menonton film dan TV series yang romantis.” Nindy hanya mengembangkan sedikit senyumnya.
**********

                Nindy pergi ke perpustakaan sendiri meninggalkan Finna yang sedang asyik dengan gadgetnya. Nindy hendak meminjam beberapa buku dari perpustakaan. Di lorong dekat perpustakaan, terlihat Rio dan dua temannya. Nindy sudah bersiap kalau kalau Rio beraksi lagi. Namun, Rio hanya jalan saja dan tak melakukan apa-apa. ‘Tumben..’ gumam Nindy.
                Nindy membuka pintu perpustakaan. Kemudian… BYUUUUURRRR!!!
“Haha kena deh. Lihat! Nona manis itu basah kuyup!” Teriak Rio sambil menertawakan Nindy.
Orang-orang di sekitar perpustakaan langsung mengerubungi Nindy yang sudah kebasahan dan menertawakannya dengan kencang.
“Aaargh! Rioooo, lihat saja pembalasanku nanti!” Ancam Nindy.
“Apa kau bilang? Kau bilang ingin membalasku ya? Ah, kau yakin kau bisa? Baiklah, kutunggu pembalasanmu ya, nona manis haha..” Rio berjalan meninggalkan keramaian di depan perpustakaan.
                Dari kejauhan, terlihat Finna berlari dengan membawa sepasang pakaian ganti dari lokernya. Finna langsung menarik tangan Nindy dan pergi menuju kamar mandi.
“Aaah, kau basah sekali Nin. Ganti seragammu dengan pakaianku ini. Kalau tidak kau akan masuk angin!” Kata Finna penuh perhatian. Nindy pun mengganti seragamnya dengan pakaian milik Finna.
“Aku tak habis pikir dengan Rio. Sebenarnya mengapa dia selalu jahil kepadamu ya?” Tanya Finna, raut mukanya dipenuhi dengan tanda tanya.
“Rio kan memang pembuat onar. Siapapun akan dia kerjai. Ingat kasus pak Vino? Dia menyelinap masuk ke ruang kepala sekolah dan mengolesi lem di kursi pak Vino, dia juga memasukkan obat tidur ke dalam minuman pak Vino?”
“Ah, iya aku ingat! Aih.. tidak. Kalau kupikir-pikir, dia suka denganmu sepertinya. Benarkan?”
“Apa?” Nindy terkejut. “Finna, kau sudah gila ya? Kau kehilangan akal sehatmu? Mana mungkin anak dari orangtua yang kaya raya pemilik perusahaan terbesar di Negara ini menyukaiku? Hah. Kalau memang dia menyukaiku, sampai kapanpun aku tak akan menyukainya!”
“Tapi, aku yakin kalau dia menyukaimu. Terlihat bagaimana cara dia mengerjaimu. Tatapan matanya berbeda, dia saja memanggilmu dengan sebutan ‘nona manis’. Aku yakin dia pasti menyembunyikan sebuah perasaan untukmu. Hwaa, aku iri sekali jika dia benar menyukaimu. Tapi kau serius? Kau tak akan menyukainya? Bagaimana bisa kau tidak menyukai orang kaya dan tampan sepertinya? Kau akan jadi orang yang rugi jika kau tak menerima cintanya, pasti kau………………..”
Nindy pergi meninggalkan Finna yang masih terus mengoceh tanpa henti. ‘Kau seperti peramal saja. Apa cita-citamu memang peramal? Hihi..’ gumam Nindy.
“Heiii.. Nindy heiii.. aku sedang berbicara. Kenapa kau malah meninggalkanku. Heii tunggu!!” Finna langsung mengejar langkah Nindy.
**********

BUUUKKK!!!
                Nindy merasakan seperti ada yang melemparkan suatu benda ke arahnya. Benar saja, benda itu sudah terjatuh setelah mengenai punggungnya. ‘Ini kan……’ gumamnya. Nindy langsung menyembunyikan benda itu. Lalu, ia berjalan lagi menuju rak buku. Mencari buku-buku biologi untuk melengkapi tugas penelitiannya. Setelah menemukan bukunya, Nindy kembali ke kelas.
“Darimana saja kau Nin? Enak sekali kau tidak kena omel bu Anggra.” Kata Finna.
“Hah? Aku dari perpus, pinjam buku buat melengkapi penelitianku. Ada apa dengan bu Anggra? Oya, kau jelaskan tapi jangan panjang lebar ya? Aku sudah pusing mendengar ocehanmu hari ini..” Nindy meledek.
“Kau tau kan, bu Anggra guru paling killer di sekolah kita? Barusan saja ia marah karena kursinya ditukar dengan kursi yang sudah rusak, alhasil bu Anggra terjatuh saat menduduki kursinya. Dan kau tau siapa yang menukar kursinya?”
“Rio..” Nindy menebak.
“Aisssh.. mengapa kau bisa tau? Padahal kau tidak ikut pelajaran tadi. Kau ini hebat ya, kau mengetahui segalanya!” Kata Finna sambil bertepuk tangan.
“Bodoh. Jelas saja aku tau. Di sekolah ini, pembuat onar terkenal hanya dia Finn!”
“Ohiya ya. Kau benar dan aku salah. Ah, tidak tidak. Ibuku selalu berkata bahwa aku tak pernah salah. Ah, aku benar dan kau yang salah..” Finna sewot.
“Iya iya, terserah kau saja..”
**********
                Di kantin sekolah, keributan terjadi antara Rio dengan adik kelasnya, Ferdy. Rio menghajar habis-habisan Ferdy, sampai-sampai darah mengalir dari pelipisnya. Entah apa sebabnya, Rio terus menghajar Ferdy.
“Maafkan aku kak.. Maaf” Ferdy hanya bisa meminta maaf. Tapi Rio tetap menghajarnya tanpa ampun.
“Hentikan! Kau pikir kau ini siapa? Jangan karena orangtuamu kaya raya, pemilik perusahaan ternama, kau bisa seenaknya menghajar adik kelas yang tak bersalah ini.” Tiba-tiba Nindy datang dan membela Ferdy.
“Apa? Siapa itu?” Rio berbalik badan. “Kau rupanya nona manis. Kau membela anak kecil ini?” sambil meremas kerah baju Ferdy. “Ini.. kau urus saja anak kecil ini!” Rio mendorong Ferdy ke arah Nindy. Nindy meminta agar Ferdy kembali ke kelas. “Maafkan temanku ya?” bisik Nindy sebelum Ferdy pergi.
“Atas dasar apa kau memukuli dia?” Nindy memberanikan diri untuk bertanya. Ternyata diam-diam Nindy ingin tau.
“Apa? Kau tak usah ikut campur. Ini urusanku dengannya! Kau ingin menjadi pahlawan? Mana bisa!” Jawab Rio ketus.
“Jadi pahlawan? Untukmu? Jangan harap ada pahlawan datang di kehidupanmu! Kejahatan sewaktu-waktu bisa datang kepadamu atau keluargamu atau bahkan ke perusahaan orangtuamu!” Nindy pergi meninggalkan Rio.
“Wah, apakah itu ancaman untukmu Ri?” Kata Abi dengan wajah penasaran.
“Tidak. Tak ada yang bisa mengancamku. Tak mungkin mereka berani melakukan kejahatan padaku. Paham?” Jawab Rio yakin.
**********
“Paman, apakah paman datang ke sekolah tadi?” Tanya Marsha.
“Ya, kau sudah menerimanya kan? Apa kau suka?”
“Sudah paman. Tapi semua itu untuk apa paman?”
“Untuk melakukan semua perintahku. Paman sudah membelikan itu semua dengan harga yang mahal loh! Kau tak boleh mengecewakanku. Lakukan secepatnya.” Sambil mengelus kepala Marsha.
“Tapi Paman……..”
“Sudah sudah. Lakukan saja!”
“Memang harus aku yang melakukannya? Apakah aku harus melakukan itu? Dia itu laki-laki yang beringas, laki-laki yang keras. Aku tak yakin kalau aku bisa melakukannya, Paman. Sebenarnya, mengapa kita harus melakukan hal berdosa seperti itu, Paman? Berikan penjelasanmu, agar aku lebih mengerti maksud semua ini.”
                Marsha pergi ke kamarnya, menata rapih bantalnya, menarik selimut hingga dadanya. Pandangan matanya terus menatap ke arah langit-langit rumah. Ia memikirkan suatu hal yang membuatnya sangat kaget. Penjelasan dari Pamannya membuat ia berpikir, terus dan terus berpikir.
‘Aku tak habis pikir, mengapa Paman seperti itu?’ gumamnya.


 BERSAMBUNG…

Komentar

Postingan Populer