Topeng

Chapter 5

Pagi ini sangat dingin. Suasana di kamar rumah sakit hening. Hardi bermalam sendirian disana untuk menjaga ayah Nisrina. Ya, hanya sendiri. Nisrina? Ia pulang karena ada seseorang yang berkunjung ke rumahnya semalam.
“Har, jaga anakku selalu. Aku percayakan semuanya padamu, Har. Aku yakin kau anak yang sangat baik. Aku mohon jaga dia untukku, Har. Ini sudah saatnya aku melepaskan anakku, ini sudah saatnya aku pergi ke tempat yang lebih tenang.” Kata Ayah Nisrina pada Hardi.
“Paman! Kau tidak boleh berkata seperti itu paman! Aku akan menjaganya selalu tapi kau juga harus tetap ada disisinya.”
“Aku percayakan semua padamu, Har.” Ayah Nisrina tersenyum.
“Selamat pagi Ayah! Lihat, aku membawa bolu talas kesukaan Ayah.” Tiba-tiba Nisrina muncul dari balik punggung Hardi.
“Hei, sejak kapan kau disini?” Kata Hardi terkejut.
“Apa? Kau terkejut sekali kak. Aku baru saja sampai hehe. Maaf sudah membuatmu terkejut.” Nisrina tertawa kecil.
‘Senang melihatmu tersenyum lagi Nis…’ Kata Hardi dalam hati.
“Nis.. uhuk uhuk…” Panggil Ayah Nisrina sambil terbatuk-batuk. “Mulai sekarang, Hardi yang akan menjagamu. Uhuk.. ini sudah saatnya kau mempunyai keluarga yang baru, nak. Aku sudah harus pergi ke hadapan-Nya.” Ayah Nisrina melanjutkan pembicaraannya.
“Haaah, ayah ini bicara apa? Ayah akan sembuh sebentar lagi, percayalah yah. Ayah hanya perlu menunggu. OK?” Nisrina mencoba menghibur ayahnya. Atau menghibur dirinya sendiri.
“Har, tolong jaga dia. Kalau dia mulai nakal, cubit saja hidungnya. Uhuk uhuk.. dia akan menyerah jika hidungnya disentuh hehe.”
Hardi hanya terdiam sambil terus menatap ayah Nisrina. Tidak lama kemudian, ayah Nisrina mulai sesak nafas. Nisrina langsung panik dan segera memanggil dokter. Ketika dokter datang, ayah Nisrina sudah tidak lagi bernafas. Dokter langsung melakukan CPR, kemudian menggunakan alat kejut jantung ke dada ayah Nisrina. Tapi, hasilnya nihil. Ayah Nisrina tidak berhasil diselamatkan. Nisrina hanya bisa menangis, menangis dan terus menangis.
Satu bulan setelah sepeninggal ayah Nisrina. Hardi membawa Nisrina ke hadapan ibu Hardi. Hardi berkata ingin segera menikah dengan Nisrina. Dengan mantap, ibu Hardi langsung menjawab ‘OK! Ibu setuju.’ Akhirnya Hardi dan Nisrina pun menikah.
***
                Dua tahun setelah pernikahan Hardi dan Nisrina, lahirlah putri pertama mereka yang mereka panggil Marsha. Ketika Marsha lahir, ketika itu pula perusahaan Hardi semakin sukses. Perusahaan Hardi adalah perusahaan paling sukses di Negaranya saat itu. Semua orang berbondong-bondong ingin bekerja di perusahaan terbaik dan sukses milik Hardi. Termasuk teman Hardi yang bernama Kartaja.

                Hardi sudah mengenal Kartaja sangat lama. Dulunya, mereka selalu bersaing dalam hal pelajaran di sekolah maupun bersaing dalam mendirikan perusahaan. Kartaja sudah lebih dulu sukses mendirikan perusahaannya, namun saat ini perusahaannya telah bangkrut, karena beberapa orang kepercayaannya berbuat curang, korupsi.
                Karena perusahaan Kartaja sudah tak ada. Ia mendatangi Hardi untuk meminta pekerjaan. Ia menginginkan pekerjaan apapun, sekalipun hanya menjadi Office Boy.
“Tidak, kau temanku, aku mengenalmu sudah sangat lama. Tidak mungkin aku mempekerjakanmu sebagai OB.” Kata Hardi ketika Kartaja meminta pekerjaan padanya. “Tapi, memang untuk saat ini belum ada tempat yang kosong, Kar. Aku janji padamu, jika ada tempat kosong aku akan memberikan tempat tersebut padamu. Percayalah.” Lanjutnya.
Kartaja pun hanya mengangguk dan pergi meninggalkan Hardi. Ia berjalan keluar perusahaan melewati ruang-ruang kerja, melihat-lihat ruangan sekitar, turun ke lobi, tetap melihat-lihat sekitaran lobi, dan barulah ia benar-benar keluar perusahaan milik Hardi.
                Setahun setelahnya, Hardi berusaha menghubungi Kartaja. Hardi akan memberikan tempat untuk Kartaja sebagai asisten pribadinya. Karena, memang baru saja asisten pribadi Hardi mengundurkan diri. Lewat telepon tidak ada jawaban. Akhirnya, Hardi mencoba mencari alamat rumah Kartaja. Dan, berhasil ditemukan. Hardi segera mendatangi rumahnya ketika mengetahui alamat rumah Kartaja.
“Permisi!” Hardi berseru setelah memencet bel yang ada di rumah tersebut. Rumahnya cukup besar. Mungkin rumah itu menjadi satu-satunya yang masih tersisa dan masih bisa ditempati setelah keluarga mereka mengalami kebangkrutan.
“Ya, cari siapa pak?” Seorang wanita dengan usia kira-kira 27 tahun membuka pintu. Ternyata itu adalah istri Kartaja.
“Saya Hardi, temannya Kartaja. Kartajanya ada?”
“Benar kau teman Kartaja? Bukan orang yang ingin menagih utang-utang kami kan?”
Hardi tampak kebingungan. “Tentu saja. Saya teman Kartaja. Teman lama.”
“Baiklah, silahkan masuk. Silahkan duduk, saya akan panggil suami saya dulu.” Istri Kartaja pun akhirnya mempersilahkan Hardi untuk masuk.
“Ada apa Har?” Kartaja datang sambil menggendong anak laki-lakinya yang berusia kira-kira satu tahun. Hardi jadi teringat oleh anaknya di rumah.
“Begini Kar, kau masih belum dapat pekerjaan?”
“Saat ini aku bantu-bantu sepupuku berjualan kue di tokonya. Tapi sekarang sedang tutup.”
“Asisten pribadiku mengundurkan diri, Kar. Entah apa alasannya. Aku berusaha menghubungimu dari kemarin, tapi tak ada jawaban. Aku mencari alamat rumahmu, dan aku mendapatkannya. Aku kesini ingin menawarkan padamu, Kar. Apakah kau mau menjadi asistenku? Saat ini juga kalau memang kau mau.” Jelas Hardi.
Kartaja terdiam. Dia memandang anaknya yang sedang ia gendong. Ia memikirkan masa depannya. Kemudian ia mengangguk. “Baiklah, Har. Aku bersedia.”
“Terima kasih, Kar. Aku akan mempercayakanmu karena kita sudah kenal cukup lama. Ini jadwal yang sudah diatur oleh asistenku sebelumnya. Kau hanya tinggal melengkapi selanjutnya, mengingatkan aku untuk menghadiri rapat, dan mencatat hal-hal yang penting.” Kata Hardi sambil menyerahkan buku agenda pada Kartaja. “Terima kasih sekali, Kar. Aku sangat senang.” Hardi tak hentinya mengucap terima kasih.

BERSAMBUNG...

Komentar

Postingan Populer