Topeng

Chapter 7

Kartaja kembali ke rumah menggunakan taksi. Di dalam taksi, Kartaja membuka amplop cokelatnya. Ia melihat beberapa lembar uang seratus ribuan didalamnya dan juga ada sebuah kertas. Dia membuka kertas tersebut. Kertas itu bertuliskan, “Aku akan membuka kantor cabang di dekat komplek rumahmu, aku janji jika segala urusan sudah selesai, aku akan menjadikanmu kepala kantor cabang itu, kau doakan saja ya, Kar.”
“Kantor cabang apanya? Hah! Dasar bodoh!” Kartaja meremas kertas tersebut kemudian melemparnya ke jalan.
                Keesokkan harinya, Kartaja bekerja seperti biasanya. Tidak ada yang aneh dimata Hardi. Kartaja tetap mendampingi Hardi selama rapat berlangsung. Selesai rapat, Hardi mengajak Kartaja untuk makan siang.
“Baru kali ini kita ada waktu luang ya, Kar. Seharusnya dari awal kita sering seperti ini, makan siang bersama dan share sesuatu. Tapi, karena terlalu banyak agenda rapat jadi tidak sempat.”
“Ah, tidak apa, Har. Rapat kan agar perusahaanmu memiliki banyak relasi dan semakin maju.”
“Ya, betul. Kau sudah membaca kertas yang aku berikan?”
“Tentu. Itu kabar baik, Har. Aku harap urusannya cepat selesai, haha..”
“Ah, kau ingin cepat cepat naik jabatan rupanya? Haha..”
***
“Jadi, maksud paman, Kartaja itu pengkhianat?” Marsha terkejut mendengar cerita pamannya.
“Ya, mungkin begitu. Entahlah. Aku tidak mengerti jalan pikiran seperti itu.”
“Lalu, apa yang terjadi setelah itu? Apa mungkin....” Marsha memikirkan sesuatu.
“Kau pasti mulai mengerti sesuatu. Mungkin ini sulit untukmu. Sudahlah lupakan sejenak. Paman ingin nonton film dulu sebentar, ini film lama yang belum sempat paman lihat. Kau tidur saja sana.” Kemudian paman fokus dengan film tersebut.
Malam sudah berlalu. Pagi kembali menampakkan sinar mentari. Hari ini hari Sabtu, sekolah libur. Lagi-lagi, Marsha menagih cerita pada paman. Paman menarik tangan Marsha untuk duduk di pendopo rumah paman. Sekalian merasakan udara sejuk katanya.
Paman menyeruput teh herbalnya dan mulai bercerita.

“Dua bulan setelah itu, ketika dirimu tepat berusia dua tahun. Sikap Kartaja mulai aneh. Ia membatalkan semua agenda rapat dengan berbagai alasan yang sangat bagus dan membuat ayahmu percaya pada perkataannya. Setelah banyak rapat yang dibatalkan, beberapa perusahaan membatalkan kerjasama dengan perusahaan kami. Begitu juga segala urusan untuk pembangunan kantor cabang. Semua kacau!”
“Paman, sudahlah, tolong ceritakan pada intinya saja. Cerita ini rumit.”
“Saat itu, aku merasakan hal yang janggal. Aneh rasanya mereka tiba-tiba membatalkan rapat dengan perusahaan kami. Lalu aku mencari tau alasannya. Aku tanya penanggung jawab masing-masing perusahaan. Kau tau apa yang mereka katakan?”
“Tentu saja tidak, paman!”
“Kartaja sengaja membatalkannya. Penanggung jawab perusahaan bilang, rapat ditiadakan dari pihak pak Hardi. Padahal jelas-jelas ayahmu tak pernah membatalkan janji apapun dengan siapapun.”
“Lalu?”
Paman mengambil kembali kotak yang waktu itu pernah ia tunjukkan pada Marsha. Dan, juga beberapa berkas-berkas perusahaan.
“Nah, ini dia. Ini berkas yang asli yang seharusnya diberikan pada perusahaan yang akan bekerja sama. Tapi, aku berhasil menemukan berkas palsu yang dibuat oleh Kartaja. Dan dia memberikan berkas palsu ini pada perusahaan lain.”
Marsha membaca berkas tersebut. Walau tak paham dengan isinya, tapi dia berusaha mencari tahu maksud dari berkas tersebut. Marsha terkejut ketika melihat perbedaan yang benar-benar jelas sekali kalau memang berkas itu dibuat-buat.
“Perusahaan yang menerima berkas palsu ini merasa sudah ditipu oleh ayahmu. Mereka sudah tak percaya lagi dengan ayahmu. Jelas saja, ayahmu dan aku pun bingung apa yang sebenarnya terjadi. Aku berusaha keras menyemangati ayahmu. Kemudian ayahmu bertekad untuk memperbaiki hubungan dengan mereka dan memulai kerja sama lagi dari awal. Tapi, mereka semua sudah tak percaya.”
                Saat saat itulah perusahaan milik Hardi mulai merosot. Pada waktu itu, paman Jono tak hanya diam. Jono mencari tahu yang sebenarnya terjadi. Sampai sekitar satu minggu, akhirnya dia menemukan bukti berkas palsu yang dibuat Kartaja dan bukti pembatalan rapat.
                Jono yang sudah mengetahui dalang dari semua ini, langsung mendatangi rumah Kartaja dengan emosi yang menggebu. Ketika sampai di rumahnya, Jono menendang pintu rumah Kartaja. Berseru sekencang-kencangnya, melampiaskan emosinya.
“Hei, bodoh! Kau ingin berbuat curang tapi caramu itu mudah sekali ditebak! Dimana ilmu jahatmu? Hah? Berbuat jahat tapi tak ada pintar-pintarnya sedikit!” Kata Jono pada waktu itu.
Kartaja yang waktu itu sedang bermain-main dengan anaknya langsung terkejut dan membawa anaknya masuk ke kamar. Kemudian dia kembali menemui Jono. “Ada apa ini?”
“Tak usah tanya ada apa! Kau yang berusaha menghancurkan perusahaan adikku! Kau ini bodoh atau apa? Kau berbuat jahat tapi caranya salah! Dasar bodoh!”
“Maksudmu apa? Jelaskan padaku.”
“Berkas ini kau yang buat kan?! Aku dapatkan ini dari perusahaan yang akan bekerja sama dengan kami. Mereka menerima berkas ini dari asisten Hardi dan asisten Hardi adalah kau!”
“Tidak.”
“Apanya yang tidak? Ini sudah sangat jelas! Kukira masalah ini akan rumit, tapi dengan mudahnya aku langsung menebak itu adalah ulahmu!”
“Lalu?”
“Kau mengkhianati adikku, kan?”
“Kalau memang iya, apa yang akan kau lakukan?” Mendengar Kartaja bicara seperti itu, emosi Jono semakin menjadi. Jono membanting meja, menendang bangku, dan hampir mencekik Kartaja.
Istri Kartaja yang mendengar suara ribut di ruang tamu langsung berlari menghampiri Kartaja dan menghentikan Jono.
“Sudah hentikan!” Istri Kartaja berseru kencang membuat Jono tersadar dari emosinya. Jono membereskan berkas yang berantakan dan hendak pulang ke rumah.
“Haha.. hanya segitu keberanianmu?” Tiba-tiba Kartaja memancing emosi Jono lagi.
“Pengkhianat bodoh!”
“Perusahaan itu akan jadi milikku. Bersiaplah!”
“Hei, bodoh! Ketika perusahaan itu jadi milikmu, sudah tak ada lagi yang akan bekerja sama dengan perusahaan itu, karena mereka sudah tak percaya lagi!”
“Sebodoh-bodohnya diriku, masih lebih bodoh adikmu, haha.. aku punya banyak relasi dan aku punya cukup uang dari adikmu itu. Aku bisa membayar orang-orang yang kukenal dan membuat perusahaan itu menjadi perusahaan besar dan sukses kembali haha..” Kartaja tertawa dengan licik.

BERSAMBUNG...

Komentar

Postingan Populer